Mantan Kurir Adukan Penahanan Ijazah ke Fraksi PDIP DPRD Pekanbaru

Mantan Kurir Adukan Penahanan Ijazah ke Fraksi PDIP DPRD Pekanbaru
Mantan Kurir Adukan Penahanan Ijazah.

PEKANBARU (RA) - Sejumlah mantan karyawan dari sebuah perusahaan ekspedisi mengadukan persoalan penahanan ijazah ke Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Pekanbaru, Senin (21/4/2025). Mereka juga mengaku diminta membayar denda sebesar Rp13 juta setelah berhenti bekerja.

Pengaduan tersebut diterima langsung oleh Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Pekanbaru, Zulkardi, serta anggota fraksi yang juga Wakil Ketua Komisi III, Tekad Indra Pradana Abidin ST MEng.

Zulkardi menyebutkan, ada lima orang mantan karyawan yang ijazahnya masih ditahan oleh pihak perusahaan. Penahanan tersebut dilakukan sejak mereka mulai bekerja sebagai kurir.

"Pada saat awal masuk kerja, ijazah mereka ditahan sebagai jaminan. Namun setelah mereka keluar, ijazah itu tidak juga dikembalikan. Ini jelas melanggar hak pekerja," ujar Zulkardi.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja, penahanan ijazah memang bisa dilakukan untuk alasan keamanan. Namun, ketika hubungan kerja telah berakhir, perusahaan wajib mengembalikan dokumen tersebut kepada pemiliknya.

"Kalau sudah tidak lagi bekerja, maka ijazah harus dikembalikan. Tidak ada alasan lain," tegasnya.

Fraksi PDIP DPRD Pekanbaru berkomitmen menindaklanjuti aduan tersebut dan membuka pintu bagi masyarakat lain yang mengalami masalah serupa. "Kami siap memfasilitasi masyarakat yang merasa dirugikan. Silakan laporkan," tambah Zulkardi.

Sementara itu, Tekad Indra Pradana mendorong Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru untuk segera memediasi antara mantan pekerja dan perusahaan. Jika tidak membuahkan hasil, Komisi III akan mengambil langkah lanjutan.

"Kami minta Disnaker segera turun tangan. Kalau belum selesai juga, maka kami akan jadwalkan pemanggilan terhadap pihak perusahaan dan pihak terkait lainnya," ujarnya.

Salah satu pengadu, Danu, mantan kurir yang bergabung sejak 2019, mengungkapkan bahwa ijazah SMK miliknya ditahan sejak awal ia diterima bekerja.

"Awalnya saya dijanjikan akan ditempatkan di Rumbai, tapi saat pelatihan malah dipindahkan ke Panam dan Kubang. Karena tidak sesuai kesepakatan awal, saya memutuskan mundur. Tapi anehnya, saya justru ditagih denda Rp13 juta," kata Danu.

Menurutnya, denda tersebut merupakan akumulasi dari biaya operasional harian dan insentif selama satu tahun yang dihitung secara sepihak oleh perusahaan.

"Saya hanya bekerja beberapa hari dalam masa training. Tapi mereka mengalikan biaya satu tahun penuh untuk menagih saya. Ini tidak adil," tegasnya.

Danu juga menyebutkan bahwa pihak perusahaan sempat berdalih ijazah ditahan untuk keamanan pengiriman paket. Namun setelah masa tanggung jawab selesai, ijazah tetap tidak dikembalikan.

"Saya pernah dipanggil ke Disnaker Provinsi pada 2019. Diberi waktu 1 bulan apakah ada komplain terkait paket. Tapi setelah itu tak ada kabar dan ijazah saya tetap belum dikembalikan," jelasnya.

Upaya pengaduan ke Kantor HAM dan Disnaker Provinsi Riau pada tahun 2020 pun tidak membuahkan hasil. Hingga kini, Danu bekerja di tempat lain dengan hanya bermodalkan fotokopi ijazah.

"Sudah hampir enam tahun saya tunggu, tapi ijazah tak juga dikembalikan. Saya hanya ingin hak saya dipenuhi," tutupnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index